Saturday 15 June 2013

SYARAT SAHNYA KONTRAK



Pasal 1320 KUHPerdata menentukan adanya 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:
1.      Adanya Kata Sepakat
Supaya kontrak menjadi sah maka para pihak harus sepakat terhadap segala hal yang terdapat di dalam perjanjian.Pada dasarnya kata sepakat adalah pertemuan atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam perjanjian. Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya atau kesepakatannya jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai persyaratan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Dan pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penawaran dan akseptasi merupakan unsur yang sangat penting untuk menentukan lahirnya perjanjian. Di samping itu, kata sepakat dapat diungkapkan dalam berbagai cara, yaitu:
  1. Secara lisan
  2. Tertulis
  3. Dengan tanda
  4. Dengan simbol
  5. Dengan diam-diam
Berkaitan dengan kesepakatan dan lahirnya perjanjian, Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan beberapa teori mengenai lahirnya perjanjian tersebut, yaitu:
        1. Teori kehendak of will (wilstheorie)
Menjelaskan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskansurat.
         2. Teori Pengiriman (verzentheorie)
Mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.
         3. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie)
Mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya sudah diterima; dan
         4. Teori Kepercayaan (vertrowenstheorie)
Mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan .
2.      Kecakapan untuk Membuat perikatan
Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap. Kemudian Pasal 1330 menyatakan bahwa ada beberapa orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yakni:
  1. Orang yang belum dewasa
  2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; dan
  3. Perempuan yang sudah menikah
Buku III KUHPerdata tidak menentukan tolok ukur kedewasaan tersebut. Ketentuan tentang batasan ditemukan dalam Buku I KUHPerdata tentang Orang.  Berdasarkan Buku I Pasal 330 KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika dia telah berusia 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah. Kemudian  dalam perkembangannya, berdasarkan Pasal 47 dan Pasal 50 Undang-Undang No 1/1974 dinyatakan bahwa kedewasaan seseorang ditentukan bahwa anak berada di bawah kekuasaan orang tua atau wali sampai dia berusia 18 tahun.  Undang-Undang Jabatan Notaris juga menentukan batas kedewasaan tersebut adalah 18 tahun.
Berkaitan dengan perempuan yang telah menikah, pasal 31 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 menentukan bahwa masing-masing pihak (suami atau isteri) berhak melakukan perbuatan hukum
3.      Suatu Hal Tertentu
Syarat sahnya perjanjian yang ketiga adalah adanya suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp), suatu hal tertentu adalah hal bisa ditentukan jenisnya (determinable).Pasal 1333 KUHPerdata menentukan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu benda (zaak)yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya. Suatu perjanjian harus memiliki objek tertentu dan suatu perjanjian haruslah mengenai suatu hal tertentu (certainty of terms), berarti bahwa apa yang diperjanjikan, yakni hak dan kewajiban kedua belah pihak. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit dapat ditentukan jenisnya (determinable).
Istilah barang yang dimaksud di sini yang dalam bahasa Belanda disebut sebagai zaak. Zaak dalam bahasa Belanda tidak hanya berarti barang dalam arti sempit, tetapi juga berarti yang lebih luas lagi, yakni pokok persoalan. Oleh karena itu, objek perjanjian itu tidak hanya berupa benda, tetapi juga bisa berupa jasa.
Secara umum, suatu hal tertentu dalam kontrak dapat berupa hak, jasa, benda atau sesuatu, baik yang sudah ada ataupun belum ada, asalkan dapat ditentukan jenisnya (determinable). Perjanjian untuk menjual sebuah lukisan yang belum dilukis adalah sah. Suatu kontrak dapat menjadi batal ketika batas waktu suatu kontrak telah habis dan kontrak tersebut belum terpenuhi.
J. Satrio menyimpulkan bahwa apa yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah objek prestasi (performance). Isi prestasi tersebut harus tertentu atau paling sedikit dapat ditentukan jenisnya (determinable).
KUHPerdata menentukan bahwa barang yang dimaksud tidak harus disebutkan, asalkan nanti dapat dihitung atau ditentukan.Sebagai contohnya perjanjian untuk ‘panen tembakau dari suatu ladang dalam tahun berikutnya’ adalah sah.
American Restatement Contract (second) section 33 menyatakan bahwa pokok perjanjian (term) menyatakan bahwa walaupun suatu pernyataan dimaksudkan untuk dianggap sebagai penawaran, hal ini belum dapat diterima langsung menjadi perjanjian, bila pokok perjanjian itu tidak tentu.
Black Law Dictionary mendefinisikan term sebagai persyartan, kewajiban, hak, harga, dan lain-lain yang ditetapkan dalam perjanjian dan dokumen. American Restatement Contract (second) Section 33 Sub 2 menjelaskan bahwa bila pokok perjanjian itu mencakup dasar untuk menyatakan adanya wan prestasi dan untuk memberikan ganti rugi yang layak.

4.      Kausa Hukum yang Halal
Syarat sahnya perjanjian yang keempat adalah adanya kausa hukum yang halal. Jika objek dalam perjanjian itu illegal, atau bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum, maka perjanjian tersebut menjadi batal. Sebagai contohnya, perjanjian untuk membunuh seseorang mempunyai objek tujuan yang illegal, maka kontrak ini tidak sah.
Menurut Pasal 1335 Jo 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu kausa dinyatakan terlarang jika bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Suatu kausa dinyatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di dalam perjanjian yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Untuk menentukan apakah suatu kausa perjanjian bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden) bukanlah hal yang mudah, karena istilah kesusilaan tersebut sangat abstrak, yang isinya bisa berbeda-beda antara daerah yang satu dan daerah yang lainnya atau antara kelompok masyarakat yang satu dan lainnya. Selain itu penilaian orang terhadap kesusilaan dapat pula berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jaman. or not, it is not an easy problem.
Kausa hukum dalam perjanjian yang terlarang jika bertentangan dengan ketertiban umum. J. Satrio memaknai ketertiban umum sebagai hal-hal yang berkaitan dengan masalah kepentingan umum, keamanan negara, keresahan dalam masyarakat dan juga keresahan dalam masalah ketatanegaraan.Di dalam konteks Hukum Perdata internasional (HPI), ketertiban umum dapat dimaknai sebagai sendi-sendi atau asas-asas hukum suatu negara.
Kausa hukum yang halal di dalam sistem Common Law dikenal dengan istilah legality yang dikaitkan dengan public policy. Suatu kontrak dapat menjadi tidak (illegal) jika bertentangan dengan public policy. Walaupun, sampai sekarang belum ada definisi public policy yang diterima secara luas, pengadilan memutuskan bahwa suatu kontrak bertentangan dengan public policy jika berdampak negatif pada masyarakat atau mengganggu keamanan dan kesejahteraan masyarakat (public’s safety and welfare)
Syarat sahnya kontrak di atas berkenaan baik mengenai subjek maupun objek perjanjian. Persyaratan yang pertama dan kedua berkenaan dengan subjek perjanjian dan pembatalan untuk kedua syarat tersebut adalah dapat dibatalkan (voidable). Sedangkan persyaratan ketiga dan keempat berkenaan dengan objek perjanjian dan pembatalan untuk kedua syarat tersebut di atas adalah batal demi hukum (null and void).
Dapat dibatalkan (voidable) berarti bahwa selama perjanjian tersebut belum diajukan pembatalannya ke pengadilan yang berwenang maka perjanjian tersebut masih tetap sah, sedangkan batal demi hukum (null and void) berarti bahwa perjanjian sejak pertama kali dibuat telah tidak sah, sehingga hukum menganggap bahwa perjanjian tersebut tidak pernah ada sebelumnya.

No comments:

Post a Comment