Pasal 1320
KUHPerdata menentukan adanya 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:
1.
Adanya Kata Sepakat
Supaya kontrak
menjadi sah maka para pihak harus sepakat terhadap segala hal yang terdapat di
dalam perjanjian.Pada dasarnya kata
sepakat adalah pertemuan atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam
perjanjian. Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya atau kesepakatannya
jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus
Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai persyaratan kehendak yang
disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara pihak-pihak.
Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Dan
pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa penawaran dan akseptasi merupakan unsur yang
sangat penting untuk menentukan lahirnya perjanjian. Di samping itu, kata
sepakat dapat diungkapkan dalam berbagai cara, yaitu:
- Secara lisan
- Tertulis
- Dengan tanda
- Dengan simbol
- Dengan diam-diam
Berkaitan
dengan kesepakatan dan lahirnya perjanjian, Mariam Darus Badrulzaman
mengemukakan beberapa teori mengenai lahirnya perjanjian tersebut, yaitu:
1. Teori kehendak of will (wilstheorie)
Menjelaskan
bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan,
misalnya dengan menuliskansurat.
2. Teori Pengiriman (verzentheorie)
Mengajarkan
bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh
pihak yang menerima tawaran.
3. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie)
Mengajarkan
bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya sudah
diterima; dan
4. Teori Kepercayaan (vertrowenstheorie)
Mengajarkan
bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak
diterima oleh pihak yang menawarkan .
2.
Kecakapan untuk Membuat perikatan
Pasal 1329 KUHPerdata
menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali
apabila menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap. Kemudian Pasal 1330
menyatakan bahwa ada beberapa orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian,
yakni:
- Orang yang belum dewasa
- Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; dan
- Perempuan yang sudah menikah
Buku III
KUHPerdata tidak menentukan tolok ukur kedewasaan tersebut. Ketentuan tentang
batasan ditemukan dalam Buku I KUHPerdata tentang Orang. Berdasarkan Buku
I Pasal 330 KUHPerdata, seseorang dianggap dewasa jika dia telah berusia 21
tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi telah menikah. Kemudian dalam
perkembangannya, berdasarkan Pasal 47 dan Pasal 50 Undang-Undang No 1/1974
dinyatakan bahwa kedewasaan seseorang ditentukan bahwa anak berada di bawah
kekuasaan orang tua atau wali sampai dia berusia 18 tahun. Undang-Undang
Jabatan Notaris juga menentukan batas kedewasaan tersebut adalah 18 tahun.
Berkaitan
dengan perempuan yang telah menikah, pasal 31 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974
menentukan bahwa masing-masing pihak (suami atau isteri) berhak melakukan
perbuatan hukum
3.
Suatu Hal Tertentu
Syarat sahnya
perjanjian yang ketiga adalah adanya suatu hal tertentu (een bepaald
onderwerp), suatu hal tertentu adalah hal bisa ditentukan jenisnya (determinable).Pasal
1333 KUHPerdata menentukan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu
benda (zaak)yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya. Suatu
perjanjian harus memiliki objek tertentu dan suatu perjanjian haruslah mengenai
suatu hal tertentu (certainty of terms), berarti bahwa apa yang
diperjanjikan, yakni hak dan kewajiban kedua belah pihak. Barang yang
dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit dapat ditentukan jenisnya (determinable).
Istilah barang
yang dimaksud di sini yang dalam bahasa Belanda disebut sebagai zaak. Zaak
dalam bahasa Belanda tidak hanya berarti barang dalam arti sempit, tetapi juga
berarti yang lebih luas lagi, yakni pokok persoalan. Oleh karena itu, objek
perjanjian itu tidak hanya berupa benda, tetapi juga bisa berupa jasa.
Secara umum,
suatu hal tertentu dalam kontrak dapat berupa hak, jasa, benda atau sesuatu,
baik yang sudah ada ataupun belum ada, asalkan dapat ditentukan jenisnya (determinable).
Perjanjian untuk menjual sebuah lukisan yang belum dilukis adalah sah. Suatu
kontrak dapat menjadi batal ketika batas waktu suatu kontrak telah habis dan
kontrak tersebut belum terpenuhi.
J. Satrio
menyimpulkan bahwa apa yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam perjanjian
adalah objek prestasi (performance). Isi prestasi tersebut harus
tertentu atau paling sedikit dapat ditentukan jenisnya (determinable).
KUHPerdata
menentukan bahwa barang yang dimaksud tidak harus disebutkan, asalkan nanti
dapat dihitung atau ditentukan.Sebagai contohnya perjanjian untuk ‘panen
tembakau dari suatu ladang dalam tahun berikutnya’ adalah sah.
American
Restatement Contract (second)
section 33 menyatakan bahwa pokok perjanjian (term) menyatakan bahwa
walaupun suatu pernyataan dimaksudkan untuk dianggap sebagai penawaran, hal ini
belum dapat diterima langsung menjadi perjanjian, bila pokok perjanjian itu
tidak tentu.
Black Law
Dictionary mendefinisikan
term sebagai persyartan, kewajiban, hak, harga, dan lain-lain yang
ditetapkan dalam perjanjian dan dokumen. American Restatement Contract (second)
Section 33 Sub 2 menjelaskan bahwa bila pokok perjanjian itu mencakup
dasar untuk menyatakan adanya wan prestasi dan untuk memberikan ganti rugi yang
layak.
4.
Kausa Hukum yang Halal
Syarat sahnya
perjanjian yang keempat adalah adanya kausa hukum yang halal. Jika objek dalam
perjanjian itu illegal, atau bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban
umum, maka perjanjian tersebut menjadi batal. Sebagai contohnya, perjanjian
untuk membunuh seseorang mempunyai objek tujuan yang illegal, maka kontrak ini
tidak sah.
Menurut Pasal
1335 Jo 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu kausa dinyatakan terlarang jika
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Suatu kausa
dinyatakan bertentangan dengan undang-undang, jika kausa di dalam perjanjian
yang bersangkutan isinya bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Untuk
menentukan apakah suatu kausa perjanjian bertentangan dengan kesusilaan (geode
zeden) bukanlah hal yang mudah, karena istilah kesusilaan tersebut sangat
abstrak, yang isinya bisa berbeda-beda antara daerah yang satu dan daerah yang
lainnya atau antara kelompok masyarakat yang satu dan lainnya. Selain itu
penilaian orang terhadap kesusilaan dapat pula berubah-ubah sesuai dengan
perkembangan jaman. or not, it is not an easy problem.
Kausa hukum
dalam perjanjian yang terlarang jika bertentangan dengan ketertiban umum. J.
Satrio memaknai ketertiban umum sebagai hal-hal yang berkaitan dengan masalah
kepentingan umum, keamanan negara, keresahan dalam masyarakat dan juga
keresahan dalam masalah ketatanegaraan.Di dalam konteks Hukum Perdata internasional
(HPI), ketertiban umum dapat dimaknai sebagai sendi-sendi atau asas-asas hukum
suatu negara.
Kausa hukum
yang halal di dalam sistem Common Law dikenal dengan istilah legality
yang dikaitkan dengan public policy. Suatu kontrak dapat menjadi tidak (illegal)
jika bertentangan dengan public policy. Walaupun, sampai sekarang belum
ada definisi public policy yang diterima secara luas, pengadilan
memutuskan bahwa suatu kontrak bertentangan dengan public policy jika
berdampak negatif pada masyarakat atau mengganggu keamanan dan kesejahteraan
masyarakat (public’s safety and welfare)
Syarat sahnya
kontrak di atas berkenaan baik mengenai subjek maupun objek perjanjian.
Persyaratan yang pertama dan kedua berkenaan dengan subjek perjanjian dan
pembatalan untuk kedua syarat tersebut adalah dapat dibatalkan (voidable).
Sedangkan persyaratan ketiga dan keempat berkenaan dengan objek perjanjian dan
pembatalan untuk kedua syarat tersebut di atas adalah batal demi hukum (null
and void).
Dapat
dibatalkan (voidable) berarti bahwa selama perjanjian tersebut belum
diajukan pembatalannya ke pengadilan yang berwenang maka perjanjian tersebut
masih tetap sah, sedangkan batal demi hukum (null and void) berarti
bahwa perjanjian sejak pertama kali dibuat telah tidak sah, sehingga hukum
menganggap bahwa perjanjian tersebut tidak pernah ada sebelumnya.
No comments:
Post a Comment